Cerpen : cerita di talaga bodas
Pagi
itu 29 Desember 2013, bunyi alarm membangunkan ku tepat pukul 4 dini hari. Aku
tidak ingin kehilangan momen berharga yang mungkin hanya akan ku alami selama
hidupku di dunia. Segeralah bergegas bangun lalu mempersiapkan perlengkapan
yang sekiranya dibutuhkan, tidak lupa setiap pagi pasti sarapan karena itulah
didikan yang orang tuaku berikan, yah.. memang cukup merepotkan melakukan
semuanya sendiri apalagi sekarang orangtua ku sedang tidak ada dirumah.
Persiapan
ku sudah cukup matang mulai dari baju ganti sampai hal terkecil pun tak
terlewatkan. Langsung saja aku berangkat menuju tempat yang sudah dijanjikan,
aku berjalan menuju tempat tersebut. Sesampainya di tempat yang sudah
dijanjikan yaitu terminal, aku kira aku orang yang paling telat datang ke
terminal, tetapi justru belum ada satu orang pun yang menungguku disana. Akupun
menunggu teman-teman yang lain, sampai setengah jam aku menunggu tetapi tidak
ada satupun yang kelihatan batang hidungnya, sampai akhirnya akupun memutuskan
untuk mencari mereka kesudut lain terminal dan ternyata memang benar, ada salah
satu temanku yang sudah menunggu cukup lama bahkan lebih lama dari ku. Kami pun
menunggu disana, menunggu yang lain datang.setelah menunggu begitu lama mulailah
bermunculan satu persatu temanku, Acep dan Panji. Kami berempat, Yogi, irvan,
acep dan panji, berangkat menuju rumah temanku yang lain yaitu ipan, disana
kami menyiapkan semua peralatan dan perbekalan.
Setelah
semuanya siap kami pun mulai berangkat, mendaki gunung untuk mencapai satu
tujuan, satu harapan. Sepanjang jalan memang sangat melelahkan, medan yang kami
lalui sangat berbeda dengan apa yang kami bayangkan, perjalanan yang tadinya
kami anggap dapat ditempuh dengan mudah tetapi ternyata sangat sulit tuk
dijalani, sungguh kaki ini sudah tak sanggup lagi melangkah walaupun jarak yang
kami tempuh belum seberapa, kami belum mendaki ¼ perjalanan bahkan 1/8
perjalananpun belum kami tempuh. Sungguh beban yang sangat berat menambah
sulitnya kami untuk menuju tujuan yang sudah kami bayangkan. Aku bilang
“istirahat dulu...!”, “ini belum seberapa, perjalanan kita masih jauh! Kuatlah
kawan!” sahut mereka. Akupun bertekad dalam hati, satu tujuan satu harapan ku
sampai di puncak tanpa beban apapun, aku teruskan berjalan walaupun kaki ini
tak sanggup lagi menahan beban yang
semakin berat kurasakan.
“sebentar
lagi kita memasuki kawasan hutan pinus, disana kita akan beristirahat!”sahut
ipan, kaki yang terasa patah ini ku paksakan untuk mencapai titik pertama kita
beristirahat. Sesampainya kita di hutan pinus, kami melihat ada sebuah tempat
yang sebelumnya telah ditempati oleh
orang lain, kami beristirahat disana. Rasanya tulang-tulang kaki ini yang
tadinya sudah remuk, kini kembali menyatu saat kami beristirahat di hutan. Tak
terbayangkan betapa sakitnya pundak ini menahan semua perbekalan yang kami
bawa. Kami memakan makanan yang sebelumnya telah disiapkan, sambil salah satu
temanku mencari sumber air. Kami berpapasan dengan pendaki lain yang keluar
dari dalam hutan pinus, dia tidak terlihat lelah, mungkin karena dia sudah
terbiasa mendaki gunung dengan medan seperti itu.”mau ke talaga?” tanya pendaki
tersebut “iya kang!” sahut kami, “duluan!” balasnya, “iya silakan!” sahut kami.
Setelah
berasa terisi kembali, kami memutuskan melanjutkan perjalanan. Beban dipundak
terasa ringan dan kaki pun terasa siap mendaki ke medan yang lebih ekstrim.
Baru beberapa menit perjalanan kaki ini mulai terasa sakit, pundakpun demikian,
tapi dalam hati ku tekadkan satu tujuan satu harapan. Kami pun mulai memasuki
kawasan hutan lebih dalam lagi dimana jalan yang kami pijak sudah tidak rata
lagi dan bergelombang. Jalan yang dipenuhi lumpur menambah sulitnya kami
mendaki sampai ke puncak. Dikiri dan kanan, kami tidak melihat satupun rumah
warga, yang ada hanya belantara hutan yang seolah memanggil kami masuk lebih
dalam lagi kedalam hutan. Melodi alam yang terdengar seolah menambah decak
kagum kami terhadap pemberian Tuhan ini. Alam yang masih terjaga tanpa tangan
kotor manusia, air yang masih alami yang bahkan kami bisa meminumnya langsung
tanpa kami masak terlebih dahulu. Suara – suara yang kami dengar di hutan
sangat indah terdengar ingin rasanya hati ini berdiam disana.
Setelah
mendaki kira-kira 2 jam tak tertahankan lagi sakit yang dirasakan oleh kaki dan
pundakku, aku memutuskan untuk mengambil nafas sejenak tanpa menghiraukan yang
lain, yang terus saja mendaki. Terlalu lama mengambil nafas, membuatku ingin
sekali rasanya terlelap di tengah dinginnya suasana hutan yang dipenuhi dengan
melodi yang indah, tanpa sadar akupun terlelap. Temanku yang lain yang menyadari kalau salah satu dari mereka hilang yaitu
aku, segera kembali menyusuri jalan yang tadi dilewatinya, dan sungguh kagetnya
dia ketika melihatku sedang beristirahat dan dia pun segera mengajakku ikut
bersamanya. “hei! Kamu ngapain disana? Ayo cepat kita gak mungkin tinggalin
kamu disini!” dia bilang, “iya... iya..! aku akan segera menyusul!”. Akuoun
segera mengangkan tas yang sungguh terasa berat dan segera menyusul yang lain.
Perjalanan
yang memakan banyak tenaga dan fikiran terus ku lewati, walau harus
mengorbankan banyak, tetapi aku coba menahan semua keluh kesahku. Tak terasa
sudah ¾ jalan aku teruskan mendaki bersama yang lain, ingin rasanya segera
sampai di puncak. Jalan yang kami lewati sudah mencapai puncaknya, medan yang
tadinya sangat berat, kini mulai menjadi ringan, “ayo kawan perjalanan kita
hampir selesai! Semangat..! semangat..!”temanku berkata, “semangat..!” teriakan
kami yang sungguh keras. Kami memutuskan beristirahat di jalan setapak yang
sebentar lagi keluar dari hutan. Ketika kami beristirahat, terdengar teriakan
seorang wanita yang sedang orgasme, kami sangat kaget mendengarnya. Suaranya
terdengar tak jauh dari tempat kami beristirahat. Karena kami tidak ingin
mencari gara-gara kami segera melanjutkan perjalanan, dijalan yang mulai bisa
dilalui oleh kendaraan, ternyata benar ada yang keluar dari hutan sepasang pria
dan wanitamenaiki motor, kami pura-pura tidak tahu.”rasanya aku kenal pria
itu!”ipan berkata,”siapa memangnya?”, “dia adalah warga kampung yang
bertetangga dengan kampung ku! “, “jauh-jauh masuk kehutan hanya untuk
mendapatkan kenikmatan sesaat!”sahut temanku yang lain, “padahalkan dikota
masih banyak tempat yang enak dan sepi seperti di hotel”temanku meneruskan
pembicaraannya.tanpa banyak pikir kami melanjutkan perjalanan.
Mulai
tercium bau belerang, aku kira temanku kentut sembarangan, ternyata bukan
kentut tetapi belerang yang berasal dari kawah mulai tercium, itu artinya kami
semakin dekat dengan puncak. Kaki dan pundak yang terasa sakit masih kupaksakan
untuk perjalanan menuju satu tujuan satu harapan yang semakin dekat dengan
batang hidung kami. Akhirnya setelah melakukan perjalanan selama 7 jam, kami
sampai di talaga bodas. Rasa lelah, letih, lesu, lunglai, lemah, capek,
ngantuk, dan lapar, hilang seketika ketika melihat tujuan dan harapan kami 5
meter di depan batang hidung kami. Sungguh perjuangan yang membuahkan hasil
yang luarbiasa hebatnya, kini terbayarkan oleh keindahan ciptaan Tuhan yang
tiada bandingan, rasa syukur tak henti kami ucapkan ketika menginjakkan kaki
diatas bebatuan kapur yang indah.
Perjalanan
yang memakan banyak pengorbanan kini disudahi dengan rasa takjub yang tak
henti-hentinya menerpa fikiran dan jiwa kami.
TAMAT
Komentar