Tembang Sunda Cianjuran



        A.    Gambaran Umum
1.      Istilah Tembang :
Menurut RMA Kusumadinata, Tembang adalah “sekar irama merdika”, yaitu jenis seni suara/sekar yang tidak terikat oleh ketukan tertentu dan wiletan.
Terdapat beberapa lagam tembang sunda, yaitu :
a.       Lagam Cianjuran
b.      Lagam Ciawian
c.       Lagam Cigawiran
d.      Lagam Kepesindenan
e.       Lagam Menir (Janaka Sunda)
f.       Lagam Beluk
g.      Lagam Rancag Buhun
h.      Lagam Kakawen
Istilah “lagam” berkaitan dengan bentuk alunan lagu dalam penampilannya, cirinya terletak pada melodis ornamen lagu yang dibawakannya.

2.      Istilah “wanda
Istilah Wanda didalam tembang sunda cianjuran telah menjadi istilah paten untuk membedakan silsilah kelompok lagu yang satu dengan kelompok lagu lainnya, pelopornya adalah Enip Sukanda dan Ubun Kubarsyah. Istilah “wanda” dikemukakan untuk mengelompokkan silsilah lagu dalam Cianjuran pada tahun 1978, ketika DAMAS menyelenggarakan pasanggiri Tembang Sunda Cianjuran ke-8.
Terdapat beberapa Wanda didalam tembang sunda cianjuran, yaitu :
a.       Wanda Papantunan
b.      Wanda Dedegungan
c.       Wanda Jejemplangan
d.      Wanda Rarancagan
e.       Wanda Kakawen
Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa yang dimaksud tembang sunda adalah tembang sunda cianjuran, karena hanya tembang sunda cianjuran lah yang kini hidup di masyarakat, belum ada satu buah kaset lagu lagu ciawian atau cigawiran hasil rekaman yang diperjual belikan di toko toko kaset. Pendapat Apung S. Wiratmadja : “Dina dunya tembang sunda, urang amprok jeung rupa – rupa lagam anu meh leungit lantaran kasosok ku lagam cianjur. Ayeuna urang geus teu bisa ngabedakeun mana lagam ciawi, sumedang, garut, cirebon, cianjur, jst. Moal salah – salah teuing mun nunggu nyusun nyebutkeun yen pangaruh tembang lagam cianjuran teh pohara gedena dina alam tembang sunda”.

     B.     Tembang Sunda Cianjuran
Tembang Sunda Cianjuran adalah salah satu jenis karawitan sekar gending yang jenis sekarnya termasuk “sekar irama merdika”, yaitu jenis sekar yang tidak terikat oleh irama lagu dan pola ketukan/ritmis. Sebelum tahun 1930an, nama kesenian ini bukanlah tembang sunda cianjuran, namun “mamaos” asal kata ”mamaca” = ”maca” yang artinya membaca wawacan dengan cara dinyanyikan atau “ditembang rancagkeun”. Baru pada tahun setelah 1930an dinamakan tembang sunda cianjuran dan dikukuhkan tahun 1962 ketika diadakan musyawarah tembang sunda sa-pasundan di Bandung. Sebenarnya istilah “mamaos” hanya menunjukan pada lagu – lagu yang berpolakan pupuh (tembang), karena istilah “mamaos” merupakan penghalusan dari kata “mamaca”, yaitu seni membaca buku cerita wawacan dengan cara dinyanyikan.
Asal mula terciptanya pada masa pemerintahan RAA Kusumaningrat yaitu bupati Cianjur yang memerintah tahun 1834-1864. Beliau sering berdiam disebuah bangunan yang bernama “pancaniti” dalam menciptakan karya – karya dalam ranah tembang sunda cianjuran sehingga beliau lebih dikenal sebagai “Dalem Pancaniti”.
Dulunya bahan dasar dari tembang sunda cianjuran adalah dari berbagai seni suara sunda, seperti pantun, beluk (mamaca), degung, serta tembang macapat (jawa) yaitu pupuh. Sehingga terdapat istilah “wanda” didalam tembang sunda cianjuran, yaitu :
1.      Wanda Papantunan (Berasal dari seni pantun)
2.      Wanda Jejemplangan (Berasal dari seni pantun)
3.      Wanda Dedegungan (Berasal dari seni degung)
4.      Wanda Rarancagan (Berasal dari tembang rancag)
5.      Wanda Kakawen (Berasal dari Wayang purwa)
Walaupun berasal dari berbagai jenis kesenian, namun yang paling tua dan dianggap sebagai cikal bakal tembang sunda cianjuran adalah “wawacan”.[1] Wawacan adalah bentuk karya sastra yang dikarang menggunakan aturan pupuh.[2] Seni wawacan dibawa pada pertengahan abad ke – 17 oleh para menak sunda dan para pemuka islam ke Cianjur yang saat itu dipimpin oleh wiratanu I.
Alasan kenapa wawacan disebut cikal bakal tembang sunda cianjuran, yaitu karena dulu tembang sunda cianjuran disebut kesenian “mamaos” berasal dari kata “maos”=”maca” = “mamaca” = “wawaca” + fonem n jadi “wawacan”.
Didalam tembang sunda cianjuran terdapat waditra berupa kacapi indung (kacapi parahu), kacapi anak (kacapi rincik), suling dan rebab. Kacapi indung yang berbentuk parahu sebelumnya terdapat pada kesenian ”pantun”. Didalam kesenian pantun, waditra “kacapi parahu” disebut “pantun” menggunakan laras pelog.
Lagu – lagu didalam tembang sunda cianjuran juga banyak yang mengambil dari lagu – lagu pantun yang masuk kedalam wanda papantunan dan jejemplangan. Rumpaka lagu pantun dijadikan rumpaka lagu mamaos dalam wanda papantunan dan jejemplangan. Dari ketiga alasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kesenian pantun memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap seni mamaos dalam pengembangannya.


[1] Sukanda Enip, “Tembang Sunda Cianjuran Sekitar Pembentukan dan Perkembangannya”. 1983/1984.
[2] Id.m.wikipedia.org

Komentar

Postingan Populer